Piagam Madinah digubah oleh Nabi Muhammad s.a.w. pada tahun 622M bersamaan tahun pertama Hijrah, merupakan perlembagaan tertulis pertama di dunia Islam.
Kandungan piagam ini terdiri daripada 47 fasal. 23 fasal piagam tersebut membicarakan tentang hubungan antara umat Islam sesama umat Islam iaitu antara Ansar dan Muhajirin, manakala 24 fasal yang berbaki membicarakan tentang hubungan umat Islam dengan umat bukan Islam iaitu Yahudi. Selain piagam Madinah, ia juga dikenali dengan pelbagai nama saperti perjanjian Madinah, Dustar al-Madinah dan juga Sahifah al-Madinah. Selain itu piagam Madinah juga boleh dikaitkan dengan perlembagaan Madinah kerana kandungannya membentuk peraturan-peraturan yang berasaskan Syariat Islam bagi membentuk sebuah negara Islam tulen yang menempatkan penduduk yang berbilang bangsa atau kaum.
Perangkaan Piagam Madinah
Rasulullah s.a.w. dalam merangka piagam Madinah, beliau telah mengikut bimbingan wahyu dan berdasarkan norma-norma masyarakat Madinah ketika itu. Terdapat tiga langkah yang diambil oleh Rasulullah dalam membentuk piagam Madinah.
Langkah Pertama
Dilakukan oleh Rasulullah dengan mendirikan sebuah masjid sebagai tempat orang Islam beribadat dan tempat Rasulullah menyampaikan ajaran Islam serta tempat pentadbiran Rasulullah.
Langkah Kedua
Mengikat tali persaudaraan antara kaun Ansar dan Muhajirin, bagi mewujudkan persefahaman dan untuk membantu kaum Muhajirin memulakan hidup baru dengan pertolongan kaum Ansar.
Langkah Ketiga
Mengadakan perjanjian dengan orang Yahudi supaya sama-sama mempertahankan Madinah dari ancaman luar.
Berdasarkan langkah-langkah tersebut maka lahirlah satu perjanjian yang dikenali sebagai piagam Madinah. Perkara utama yang terkandung dalam Piagam Madinah adalah:
- Nabi Muhammad s.a.w. adalah ketua negara untuk semua penduduk Madinah dan segala perlingkaran hendaklah merujuk kepada baginda.
- Semua penduduk Madinah harap mencegah permusuhan atau menanam hasad dengki sesama sendiri, sebaliknya mereka hendaklah bersatu dalam satu bangsa yaitu bangsa Madinah.
- Semua penduduk Madinah bebas mengamal adat istiadat upacara keagamaan masing-masing.
- Semua penduduk Madinah hendaklah bekerjasama dalam masalah ekonomi dan mempertahankan Kota Madinah dari serangan oleh musuh-musuh dari luar Madinah.
- Keselamat orang Yahudi adalah terjamin selagi mereka taat kepada perjanjian yang tercatat dalam piagam tersebut,
Tujuan Piagam Madinah
- Menghadapi masyarakat majmuk Madinah
- Membentuk peraturan yang dipatuhi bersama semua penduduk.
- Ingin menyatukan masyarakat pelbagai kaum
- Mewujudkan perdamaian dan melenyapkan permusuhan
- Mewujudkan keamanan di Madinah
- Menentukan hak-hak dan kewajipan Nabi Muhammad dan penduduk setempat.
- Memberikan garis panduan pemulihan kehidupan kaum Muhajirin
- Membentuk Kesatuan Politik dalam mempertahankan Madinah
- Merangka persefahaman dengan penduduk bukan Islam, terutama Yahudi.
- Memberi peruntukan pampasan kepada kaum Muhajirin yang kehilangan harta benda dan keluarga di Mekah.
Prinsip Piagam Madinah
- Al-Quran dan Sunnah adalah sumber hukum negara.
- Kesatuan Ummah dan Kedaulatan Negara
- Kebebasan bergerak dan tinggal di Madinah
- Hak dan tanggungjawab dari segi ketahanan dan mempertahankan negara
- Dasar hubungan baik dan saling bantu-membantu antara semua warganegara
- Tanggungjawab individu dan negara pemerintah dalam menegakkan keadilan sosial.
- Beberapa undang-undang keselamatan seperti hukuman Qisas dan sebagainya telah dicatatkan
- Kebebasan beragama
- Tanggungjawab negara terhadap orang bukan Islam
- Kewajipan semua pihak terhadap perdamaian.
Berikut kandungan isi piagam Madinah
Fasal 1
Dengan nama Allah yang Maha Pemurah Lagi Penyayang : Inilah kitab (Piagam Bertulis) dari Nabi Muhammad, pesuruh Allah bagi orang-orang yang beriman dan orang-orang yang memeluk Islam dari Quraisy dengan penduduk Yathrib dan orang-orang yang bersama mereka lalu masuk ke dalam golongan mereka dan berjuang bersama-sama mereka.
Fasal 2
Bahwa mereka adalah satu umat (bangsa) berbeda dari manusia-manusia lain.
Fasal 3
Golongan Muhajirin dari Quraisy tetaplah di atas pegangan lama mereka : mereka saling tanggung-menanggung membayar dan menerima diyat (uang tebusan) di antara sesama mereka dalam mana mereka menebus sesiapa yang tertawan dengan cara berkebajikan dan adil di kalangan orang-orang beriman.
Fasal 4
Bani Auf (dari Yathrib) tetaplah di atas pegangan lama mereka dalam mana mereka bersama-sama tanggung-menanggung membayar serta menerima uang tebusan seperti dulu; dan setiap thaifah (golongan) tetaplah menebus sesiapa yang tertawan dari kalangan mereka sendiri dengan cara berkebajikan dan adil di kalangan orang-orang yang beriman.
Fasal 5
Bani al-Harith (dari Yathrib – Madinah) bin al-Khazraj tetaplah di atas pegangan lama mereka bersama-sama bertanggungjawab membayar uang tebusan darah seperti dulu, dan tiap-tiap kepala suku dari (Suku Khazraj) hendaklah membayar uang tebusan darah mereka sendiri dengan adil dan berkebajikan di kalangan orang-orang yang beriman.
Fasal 6
Bani Saidah (dari Yathrib) tetaplah di atas pegangan lama mereka bersama-sama bertanggungjawab membayar uang tebusan darah seperti dahulu dan tiap-tiap kepala suku dari mereka hendaklah membayar uang tebusan darah untuk mereka sendiri dengan berkebajikan dan adil di kalangan orang-orang yang beriman.
Fasal 7
Bani Jusyam (dari Yathrib) tetaplah di atas pegangan lama mereka bersama-sama bertanggungjawab membayar uang tebuan darah seperti dahulu dan tiap-tiap kepala suku dari mereka hendaklah membayar uang tebusan darah untuk mereka sendiri dengan berkebajikan dan adil di kalangan orang-orang yang beriman.
Fasal 8
Banu al-Najjar (dari Yathrib) tetaplah di atas pegangan lama mereka bersama-sama bertanggungjawab membayar uang tebuan darah seperti dahulu dan tiap-tiap kepala suku dari mereka hendaklah membayar uang tebusan darah untuk mereka sendiri dengan berkebajikan dan adil di kalangan orang-orang yang beriman.
Fasal 9
Bani Amru bin Auf tetaplah di atas pegangan lama mereka bersama-sama bertanggungjawab membayar uang tebuan darah seperti dahulu dan tiap-tiap puak dari mereka hendaklah membayar uang tebusan darah untuk mereka sendiri dengan berkebajikan dan adil di kalangan orang-orang yang beriman.
Fasal 10
Bani al-Nabiet (dari Yathrib) tetaplah di atas pegangan lama mereka bersama-sama bertanggungjawab membayar uang tebuan darah seperti dahulu dan tiap-tiap puak dari mereka hendaklah membayar uang tebusan darah untuk mereka sendiri dengan berkebajikan dan adil di kalangan orang-orang yang beriman.
Fasal 11
Bani Aus (dari Yathrib) tetaplah di atas pegangan lama mereka bersama-sama bertanggungjawab membayar uang tebuan darah seperti dahulu dan tiap-tiap puak dari mereka hendaklah membayar uang tebusan darah untuk mereka sendiri dengan berkebajikan dan adil di kalangan orang-orang yang beriman.
Fasal 12
Bahwa orang-orang yang beriman tidaklah boleh membiarkan suatu masalah di antara mereka sendiri bahkan mestilah sama-sama bertanggungjawab memberi sumbangan, dengan berkebajikan untuk menbayar uang tebusan darah dengan adil.
·Fasal 12-b
Hendaklah seseorang yang beriman itu tidak membuat apa-apa perjanjian dengan orang yang di bawah kawalan seseorang yang beriman yang lain dengan tidak mendapat persetujuan terlebih dahulu.
Fasal 13
Bahwa orang-orang beriman lagi bertaqwa hendaklah menentang sesiapa yang membuat kesalahan, melanggar kesusilaan, melakukan kezaliman atau dosa atau perseteruan atau kerusakan di kalangan orang-orang beriman, dan mereka hendaklah bersatu bersama-sama menentang orang tersebut walaupun jika orang itu anak kepada salah seorang dari mereka.
Fasal 14
Tidak seyogyanya seseorang mukmin itu membunuh seorang mukmin lain kerana seorang kafir, tidak seyogyanya ia menolong mana-mana kafir terhadap seseorang mukmin.
Fasal 15
Bahwa jaminan Allah itu adalah satu dan sama; ia melindungi nasib orang yang lemah dari perbuatan mereka; dan bahwa orang-orang Mukmin hendaklah saling menjamin sesama sendiri terhadap (gangguan) orang lain.
Fasal 16
Bahwa orang-orang Yahudi yang menyertai kita hendaklah mendapatkan pertolongan dan pimpinan dengan tidak mendzalimi dan tidak boleh ada kesepakan yang tidak baik terhadap mereka.
Fasal 17
Bahwa perdamaian orang-orang mukmin itu adalah satu dan sama, oleh itu tidak boleh dibuat perjanjian dengan mana-mana orang mukmin tanpa diturut serta oleh mukmin yang lain dalam sesuatu perang pada jalan Allah, melainkan dengan dasar persamaan dan keadilan di kalangan mereka.
Fasal 18
Bahwa setiap serangan kita hendaklah dikira sebagai serangan terhadap semua, oleh itu hendaklah disilihgantikan tenaga menentangnya.
Fasal 19
Bahwa orang mukmin hendaklah saling membela sesama mereka atas setiap darah yang tumpah pada jalan Allah.
Fasal 20
Bahwa orang-orang mukmin lagi bertaqwa hendaklah teguh di atas sebaik-baik petunjuk dan seteguh-teguhnya.
Fasal 20-b
bahwa tidak boleh mana-mana orang musyrik melindungi harta orang-orang Quraisy dan tidak juga nyawa mereka dan tidak boleh menghalang orang mukmin (akan haknya)
Fasal 21
Barangsiapa membunuh dengan sewenang-wenangnya akan seorang mukmin dengan tidak ada bukti yang cukup hendaklah dihukum bunuh balas kecuali dipersetuji oleh wali yang kena bunuh menerima ganti darah. Semua orang mukmin hendaklah bersatu suara mengutuk perbuatan itu, bahkan tidak harus bagi mereka menegakkan terhadapnya.
Fasal 22
Bahwa tidak harus bagi mana-mana orang mukmin yang mengakui isi kandungan Piagam ini, dan percaya Allah dan Hari Kemudian, menolong mana-mana orang yang mencabul ataupun melindungi orang itu. Barangsiapa menolong orang itu maka kepadanya laknat Allah dan kemurkaanNya pada hari Kiamat kelak, dan tidak akan diterima darinya sebarang tebusan dan tidak juga sebarang taubat.
Fasal 23
Berbalah walau bagaimanapun kamu dalam sesuatu perkara hendaklah merujukkan perkara itu kepada Allah dan Nabi Muhammad.
Fasal 24
Bahawa orang-orang Yahudi hendaklah turut serta membelanja sama-sama dengan orang-orang mukmin selama mana mereka itu berperang
Fasal 25
Bahawa kaum Yahudi dari Bani Auf adalah satu ummah bersama orang-orang mukmin, mereka bebas dengan agama mereka sendiri (Yahudi) dan orang Islam dengan agama mereka (Islam), begitu juga orang-orang yang sekutu mereka dan begitu juga diri mereka sendiri, melainkan sesiapa yang zalim dan berbuat dosa maka hal itu tidak akan menimpa melainkan dirinya dan keluarganya sendiri
Fasal 26
Yahudi Bani al-Najjar (diperlakukan) sama dengan Yahudi Bani Auf.
Fasal 27
Yahudi Bani al-Harith (diperlakukan) sama dengan Yahudi Bani Auf.
Fasal 28
Yahudi Bani al-Saidah (diperlakukan) sama dengan Yahudi Bani Auf.
Fasal 29
Yahudi Bani Jusyaim (diperlakukan) sama dengan Yahudi Bani Auf.
Fasal 30
Yahudi Bani al-Aus (diperlakukan) sama dengan Yahudi Bani Auf.
Fasal 31
Yahudi Bani Tha’alabah (diperlakukan sama dengan Yahudi Bani Auf, kecuali orang-orang zalim dan orang yang berbuat dosa maka hal itu tidak akan menimpa melainkan diri dan keluarganya sendiri.
Fasal 32
Bahawa suku Jafnah yang bertalian keturunan dengan Yahudi Tha’alabah (diperlakukan) sama dengan mereka itu (Bani Tha’alabah)
Fasal 33
Bani Shutaibah (diperlakukan) sama dengan Yahudi Bani Auf, dan sikap yang baik hendaklah membendung segala kejahatan.
Fasal 34
Bahawa orang-orang yang bersekutu dengan Yahudi Bani Tha’alabah (diperlakukan) sama dengan mereka itu.
Fasal 35
Bahawa para pegawai kepada orang-orang Yahudi (diperlakukan) sama dengan orang-orang Yahudi itu sendiri.
Fasal 36
Tiada seorang pun yang menyertai Piagam ini boleh menarik diri keluar dari pakatan mereka melainkan dengan persetujuan dari (Nabi) Muhammad.
Fasal 36-b
Tidak boleh disekat dari membuat kelukaan yang dilakukan oleh mana-mana orang ke atas dirinya, barang siapa membuat kejahatan maka balasannya adalah dirinya dan keluarganya kecuali orang yang dizalimi dan bahawa Allah akan melindungi orang yang menghormati piagam ini.
Fasal 37
Bahawa orang-orang Yahudi hendaklah menbiayai negara seperti mana orang-orang mukmin juga hendaklah membiayai negara; dan hendaklah mereka sama0sama tolong-menolong menentang sesiapa jua yang memerangi orang-orang yang menganggotai Piagam ini; dan hendaklah mereka saling nasihat-menasihati, sama-sama membuat kebajikan terhadap perbuatan dosa.
Fasal 37-b
Mana-mana orang tidaklah boleh dianggap bersalah kerana kesalahan yang dilakukan oleh sekutunya; dan pertolongan hendaklah diberi kepada orang yang dizalimi.
Fasal 38
Bahwa orang-orang Yahudi hendaklah memikul biayaan bersama-sama orang mukmin selama mana mereka berada dalam keadaan perang
Fasal 39
Bahwa Kota Yathrib adalah terpelihara sempadannya tidak boleh dicerobohi oleh mana-mana pihak yang menganggotai piagam ini
Fasal 40
Bahwa tetangga hendaklah diperlaku sebagai diri sendiri, tidak boleh dilakukan terhadapnya perbuatan bahaya dan dosa.
Fasal 41
Tidak boleh dihampiri sebarang kehormatan (wanita) melainkan dengan izin keluarganya sendiri.
Fasal 42
Bahwa apa juga kemungkaran (bunuh) atau apa juga pertengkaran di antara sesama peserta piagam ini sekira-kira dikhuatiri membawa bencana maka hendaklah dirujukkan kepada hukum Allah dan kepada penyelesaian oleh Muhammad pesuruh Allah, Allah menyaksikan kebaikan isi kandungan piagam ini dan merestuinya
Fasal 43
Bahwa tidaklah boleh diberi bantuan perlindungan kepada Quraisy (musuh), begitu juga tidak boleh diberi perlindungan kepada orang-orang yang membantunya.
Fasal 44
Bahwa hendaklah bantu-membantu mempertahankan kota Yathrib daripada mana-mana pihak yang merongrongnya
Fasal 45
Apabila mereka diajak untuk berdamai atau untuk masuk campur dalam satu-satu perdamaian maka hendaklah mereka bersedia berdamai atau masuk campur ke dalam perdamaian itu; dan bila mana mereka diajak berbuat demikian maka orang-orang mukmin hendaklah merestuinya kecuali terhadap orang-orang yang memerangi agama (Islam).
Fasal 46
Bahwa orang-orang Yahudi Aus sendiri dan begitu juga orang-orang yang bersekutu dengan mereka hendaklah memikul kewajiban sama seperti mana pihak-pihak lain yang menjadi anggota ini, demi kebaikan mereka semua (perdamaian) dari anggota-anggota piagam ini. Dan mereka hendaklah berbuat kebajikan dengan tidak melakukan dosa kerana barang siapa yang berbuat sesuatu maka dialah yang menanggungnya sendiri. Dan Allah menyaksi akan kebenaran isi kandungan Piagam ini dan merestuinya.
Fasal 47
Bahwa piagam ini tidak boleh dipakai bagi melindungi orang-orang dzalim dan bersalah; dan bahwa –mulai dari saat ini barang siapa berpergiaan dari kota Madinah atau menetap di dalamnya adalah terjamin keselamatannya kecuali orang-orang yang dzalim atau bersalah. Dan bahawa Allah merestui setiap orang yang membuat kebajikan dan bertakwa dan bahawa Muhammad hendaklah diakui Utusan Allah.
دستور المدينة
.. مفخرة الحضارة الإسلامية محمد مسعد ياقوت** فور هجرة النبي - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - إلى المدينة المنورة كتب دستورًا تاريخيًا[1]، وقد أطنب فيه المؤرخون والمستشرقون على مدار التاريخ الإسلامي، واعتبره الكثيرون مفخرة من مفاخر الحضارة الإسلامية، ومَعلَمًا من معالم مجدها السياسي والإنساني.. إن هذا الدستور يهدف بالأساس إلى تنظيم العلاقة بين جميع طوائف وجماعات المدينة، وعلى رأسها المهاجرين والأنصار والفصائل اليهودية وغيرهم، يتصدى بمقتضاه المسلمون واليهود وجميع الفصائل لأي عدوان خارجي على المدينة.. وبإبرام هذا الدستور –وإقرار جميع الفصائل بما فيه- صارت المدينة دولة وفاقية رئيسها الرسول-صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-، وصارت المرجعية العليا للشريعة الإسلامية، وصارت جميع الحقوق الإنسانية مكفولة، كحق حرية الاعتقاد وممارسة الشعائر، والمساواة والعدل.. يقول المستشرق الروماني جيورجيو: "حوى هذا الدستور اثنين وخمسين بندا، كلها من رأي رسول الله. خمسة وعشرون منها خاصة بأمور المسلمين، وسبعة وعشرون مرتبطة بالعلاقة بين المسلمين وأصحاب الأديان الأخرى، ولاسيما اليهود وعبدة الأوثان. وقد دُون هذا الدستور بشكل يسمح لأصحاب الأديان الأخرى بالعيش مع المسلمين بحرية، ولهم أن يقيموا شعائرهم حسب رغبتهم، ومن غير أن يتضايق أحد الفرقاء. وضع هذا الدستور في السنة الأولى للهجرة، أى عام 623م. ولكن في حال مهاجمة المدينة من قبل عدو عليهم أن يتحدوا لمجابهته وطرده"[2]. ومن ثم تعالوا نقف وقفات سريعة على أهم معالم القيم الحضارية التي نراها جلية في هذا الدستور:
أولاً: الأمة الإسلامية فوق القبلية: قال الدستور في ذلك:
"إنهم [أي الشعب المسلم] أمة واحدة من دون الناس"[3].
وبهذا البند اندمج المسلمون على اختلاف قبائلهم وأنسابهم إلى جماعة الإسلام، فالانتماء للإسلام فوق الانتماء للقبيلة أو العائلة، وبهذا نقل رسول الله العرب من مستوى القبيلة إلى مستوى الأمة.
"إنهم [أي الشعب المسلم] أمة واحدة من دون الناس"[3].
وبهذا البند اندمج المسلمون على اختلاف قبائلهم وأنسابهم إلى جماعة الإسلام، فالانتماء للإسلام فوق الانتماء للقبيلة أو العائلة، وبهذا نقل رسول الله العرب من مستوى القبيلة إلى مستوى الأمة.
ثانيًا: التكافل الاجتماعي بين فصائل الشعب: وفي هذه القيمة كُتبت البنود التالية:
"المهاجرون من قريش على ربعتهم يتعاقلون بينهم وهم يفدون عانيهم بالمعروف والقسط بين المؤمنين"[4].
"وبنو عوف على ربعتهم يتعاقلون معاقلهم الأولى، وكل طائفة تفدي عانيها بالمعروف والقسط بين المؤمنين"[5]. "وبنو سَاعِدَةَ على ربعتهم يتعاقلون معاقلهم الأولى، وكل طائفة تفدي عانيها بالمعروف، والقسط بين المؤمنين... "وبنو جُشَمٍ على ربعتهم يتعاقلون معاقلهم الأولى، وكل طائفة تفدي عانيها بالمعروف، والقسط بين المؤمنين..
"بنو النبيت على ربعتهم يتعاقلون معاقلهم الأولى، وكل طائفة تفدي عانيها بالمعروف، والقسط بين المؤمنين
"وَبَنُو الْأَوْسِ عَلَى رِبْعَتِهِمْ يَتَعَاقَلُونَ مَعَاقِلَهُمْ الْأُولَى ، وَكُلّ طَائِفَةٍ مِنْهُمْ تَفْدِي عَانِيَهَا بِالْمَعْرُوفِ وَالْقِسْطِ بَيْنَ الْمُؤْمِنِينَ
"وَإِنّ الْمُؤْمِنِينَ لَا يَتْرُكُونَ مُفْرَحًا بَيْنَهُمْ أَنْ يُعْطُوهُ بِالْمَعْرُوفِ فِي فِدَاءٍ أَوْ عَقْلٍ"[6].
ثالثاً: ردع الخائنين للعهود : وفي هذا الحق كُتب البند التالي:
"وإن المؤمنين المتقين (أيديهم) على (كل) من بغى منهم أو ابتغى دسيعة[7] ظلم أو إثما أو عدوانا أو فسادا بين المؤمنين، وإن أيديهم عليه جميعا، ولو كان ولد أحدهم"[8].
وهذا نص في جواز حمل السلاح على أي فصيل من فصائل المدينة إذا اعتدى على المسلمين.. وبموجب هذا النص حُكم بالإعدام على مجرمي قريظة – بعد معركة الأحزاب (في ذي القعدة 5 هـ/إبريل 627 م ) - ، لما تحالفوا مع جيوش الأحزاب الغازية للمدينة، وبغوا وخانوا بقية الفصائل، على الرغم من أنهم أبناء وطن واحد!
"المهاجرون من قريش على ربعتهم يتعاقلون بينهم وهم يفدون عانيهم بالمعروف والقسط بين المؤمنين"[4].
"وبنو عوف على ربعتهم يتعاقلون معاقلهم الأولى، وكل طائفة تفدي عانيها بالمعروف والقسط بين المؤمنين"[5]. "وبنو سَاعِدَةَ على ربعتهم يتعاقلون معاقلهم الأولى، وكل طائفة تفدي عانيها بالمعروف، والقسط بين المؤمنين... "وبنو جُشَمٍ على ربعتهم يتعاقلون معاقلهم الأولى، وكل طائفة تفدي عانيها بالمعروف، والقسط بين المؤمنين..
"بنو النبيت على ربعتهم يتعاقلون معاقلهم الأولى، وكل طائفة تفدي عانيها بالمعروف، والقسط بين المؤمنين
"وَبَنُو الْأَوْسِ عَلَى رِبْعَتِهِمْ يَتَعَاقَلُونَ مَعَاقِلَهُمْ الْأُولَى ، وَكُلّ طَائِفَةٍ مِنْهُمْ تَفْدِي عَانِيَهَا بِالْمَعْرُوفِ وَالْقِسْطِ بَيْنَ الْمُؤْمِنِينَ
"وَإِنّ الْمُؤْمِنِينَ لَا يَتْرُكُونَ مُفْرَحًا بَيْنَهُمْ أَنْ يُعْطُوهُ بِالْمَعْرُوفِ فِي فِدَاءٍ أَوْ عَقْلٍ"[6].
ثالثاً: ردع الخائنين للعهود : وفي هذا الحق كُتب البند التالي:
"وإن المؤمنين المتقين (أيديهم) على (كل) من بغى منهم أو ابتغى دسيعة[7] ظلم أو إثما أو عدوانا أو فسادا بين المؤمنين، وإن أيديهم عليه جميعا، ولو كان ولد أحدهم"[8].
وهذا نص في جواز حمل السلاح على أي فصيل من فصائل المدينة إذا اعتدى على المسلمين.. وبموجب هذا النص حُكم بالإعدام على مجرمي قريظة – بعد معركة الأحزاب (في ذي القعدة 5 هـ/إبريل 627 م ) - ، لما تحالفوا مع جيوش الأحزاب الغازية للمدينة، وبغوا وخانوا بقية الفصائل، على الرغم من أنهم أبناء وطن واحد!
رابعا: احترام أمان المسلم: وجاء في هذا الأصل الأخلاقي البند التالي:
"وإن ذمة الله واحدة، يجير عليهم أدناهم، وإن المؤمنين بعضهم موالي بعض دون الناس."[9]
"وإن ذمة الله واحدة، يجير عليهم أدناهم، وإن المؤمنين بعضهم موالي بعض دون الناس."[9]
.. فلأي مسلم الحق في منح الأمان لأي إنسان، ومن ثم يجب على جميع أفراد الدولة أن تحترم هذا الأمان، وأن تجير من أجار المسلمُ، ولو كان المجير أحقرهم. فيُجير على المسلمين أدناهم، بما في ذلك النساء، وقد قال النبي -صلى الله عليه وسلم- لأم هانئ: " أَجَرْنَا مَنْ أَجَرْتِ يَا أُمّ هَانِئٍ "[10].
خامسا: حماية أهل الذمة والأقليات غير الإسلامية: وجاء في هذا الأصل:
"وإنه من تبعنا من يهود فإن له النصر والأسوة، غير مظلومين ولا متناصر عليهم"[11]
. وهو أصل أصيل في رعاية أهل الذمة، والمعاهدين، أو الأقليات غير الإسلامية التي تخضع لسيادة الدولة وسلطان المسلمين .. فلهم –إذا خضعوا للدولة– حق النصرة على من رامهم أو اعتدى عليهم بغير حق سواء من المسلمين أو من غير المسلمين، من داخل الدولة أو من خارجها..
سادسا: الأمن الاجتماعي وضمان الديات: وجاء في هذا الأصل:
"وإنه من اعتبط[12] مؤمنا قتلا عن بينة فإنه قود به إلا أن يرضى ولي المقتول (بالعقل)، وإن المؤمنين عليه كافة، ولا يحل لهم إلا قيام عليه"[13].
وبهذا أقر الدستور الأمن الاجتماعي، وضمنه بضمان الديات لأهل القتيل، وفي ذلك إبطال لعادة الثأر الجاهلية، وبين النص أن على المسلمين أن يكونوا جميعًا ضد المعتدي الظالم حتى يحكم عليه بحكم الشريعة..
"ولا شك أن تطبيق هذا الحكم ينتج عنه استتباب الأمن في المجتمع الإسلامي منذ أن طبق المسلمون هذا الحكم"[14].
سابعا: المرجعية في الحكم إلى الشريعة الإسلامية: وجاء في هذا الأصل:
"وإنكم مهما اختلفتم فيه من شيء فإن مرده إلى الله –عز وجل- وإلى محمد... "وإنه ما كان بين أهل هذه الصحيفة من حدث أو اشتجار يخاف فساده فإن مردَّه إلى الله، وإلى محمد رسول الله، وإن الله على أتقى ما في هذه الصحيفة وأبره"[15].
ثامنا: حرية الاعتقاد وممارسة الشعائر مكفولة لكل فصائل الشعب: وجاء في هذا الأصل:
"وإن يهود بني عوف أمة مع المؤمنين، لليهود دينهم، وللمسلمين دينهم، ومواليهم وأنفسهم إلا من ظلم نفسه وأَثِم فإنه لا يوتغ[16] إلا نفسه وأهل بيته" [17].
تاسعا: الدعم المالي للدفاع عن الدولة مسؤلية الجميع: وجاء في هذا الأصل:
"وإن اليهود ينفقون مع المؤمنين ما داموا محاربين"[18].
فعلى كل الفصائل بما فيها اليهود أن يدعموا الجيش ماليًا وبالعدة والعتاد من أجل الدفاع عن الدولة، فكما أن المدينة وطن لكل الفصائل، كان على هذه الفصائل أن تشترك جميعها في تحمل جميع الأعباء المالية للحرب.
عاشرا: الاستقلال المالي لكل طائفة: وجاء في هذا الأصل:
"وإن على اليهود نفقتهم، وعلى المسلمين نفقتهم"[19].
فمع وجوب التعاون المالي بين جميع طوائف الدولة لرد أي عدوان خارجي، فإن لكل طائفة استقلالها المالي عن غيرها من الطوائف.
الحادي عشر: وجوب الدفاع المشترك ضد أي عدوان : وجاء في هذا الأصل :
"وإن بينهم النصر على من دهم يثرب "[20]. "وإن بينهم النصر على من حارب أهل هذه الصحيفة"[21].
وفي هذا النص دليل صريح على وجوب الدفاع المشترك، ضد أي عدوان على مبادئ هذه الوثيقة.
الثاني عشر: النصح والبر بين المسلمين وأهل الكتاب: وجاء في هذا الأصل:
"وإن بينهم النصح والنصيحة والبر دون الإثم"[22].
فالأصل في العلاقة بين جميع طوائف الدولة –مهما اختلفت معتقداتهم– هو النصح المتبادل، والنصيحة التي تنفع البلاد والعباد، والبر والخير والصلة بين هذه الطوائف. وقد اشتملت الدستور على قيم حضارية أخرى منها:
الثالث عشر: حرية كل فصيل في عقد الأحلاف التي لا تضر الدولة: وجاء في هذا الأصل:
"وإنه لا يأثم امرؤ بحليفه"[23].
الرابع عشر: ووجوب نصرة المظلوم: وجاء في هذا الأصل :
"وإن النصر للمظلوم."[24]
الخامس عشر: وحق الأمن لكل مواطن:
"إنه من خرج آمن ومن قعد آمن بالمدينة، إلا من ظلم وأثم، وإن الله جار لمن بر واتقى، ومحمد رسول"[25].
هذه بعض معالم الحضارة الإسلامية في دستور المدينة، تبين لك – كما رأيت – كيف سبق النظامُ الإسلامي جميع الأنظمة في إعلاء قيم التسامح والتكافل والحرية ونصرة المظلوم .. وغيرها من القيم الحضارية التي يتغنى بها العالم في الوقت الراهن دون تفعيل جاد أو تطبيق فاعل.
--------------------------------
[1] سماها ابن إسحاق وكتاب السير القدماء : الموادعة، وسماها الصلابي : الوثيقة أو الصحيفة، وسمها صفي الرحمن المباركفوري ميثاق التحالف الإسلامي، وسماها الحميدي :صحيفة المعاهدة بين أهل المدينة، وسماها البوطي وثيقة بين المسلمين وغيرهم ، واخترنا تسميتها بالدستور، فهو الاسم الحالي الرسمي للوثيقة التي تنظم الشأن للدولة . فالمعاهدة تنظم العلاقات الخارجية بين دولة ودولة، أما الدستور فيطلق على الوثيقة التي تنظيم الشأن العام الداخلي للدولة .
--------------------------------
[1] سماها ابن إسحاق وكتاب السير القدماء : الموادعة، وسماها الصلابي : الوثيقة أو الصحيفة، وسمها صفي الرحمن المباركفوري ميثاق التحالف الإسلامي، وسماها الحميدي :صحيفة المعاهدة بين أهل المدينة، وسماها البوطي وثيقة بين المسلمين وغيرهم ، واخترنا تسميتها بالدستور، فهو الاسم الحالي الرسمي للوثيقة التي تنظم الشأن للدولة . فالمعاهدة تنظم العلاقات الخارجية بين دولة ودولة، أما الدستور فيطلق على الوثيقة التي تنظيم الشأن العام الداخلي للدولة .
[2] ك. جيورجيو : نظرة جديدة في سيرة رسول الله ، ص 192.
[3] ابن سيد الناس : عيون الأثر 1/260، وابن كثير: السيرة النبوية 2/ 321
[4] ابن سيد الناس : عيون الأثر 1/260، وابن كثير: السيرة النبوية 2/ 321
[5] ابن سيد الناس : عيون الأثر 1/260
[6] ابن هشام : السيرة النبوية 1/ 501
[7] أي: طلب دفعًا على سبيل الظلم، ويجوز أن يراد بها العطية.
[8] ابن سيد الناس : عيون الأثر 1/260، وابن كثير: السيرة النبوية 2/ 321، ابن هشام : السيرة النبوية 1/ 501
[9] ابن سيد الناس : عيون الأثر 1/260، وابن كثير: السيرة النبوية 2/ 321، ابن هشام : السيرة النبوية 1/ 502
[10] ابن القيم : زاد المعاد 3/ 108
[11] ابن سيد الناس : عيون الأثر 1/260، وابن كثير: السيرة النبوية 2/ 321، ابن هشام : السيرة النبوية 1/ 502 [12] أي قتله دون جناية أو سبب يوجب قتله.
[13] ابن سيد الناس : عيون الأثر 1/260، وابن كثير: السيرة النبوية 2/ 322، ابن هشام : السيرة النبوية 1/ 502
[14] عبد العزيز بن عبد الله الحميدي : التاريخ الإسلامي مواقف وعبر، 3/49
[15] ابن سيد الناس : عيون الأثر 1/261، وابن كثير: السيرة النبوية 2/ 322، ابن هشام : السيرة النبوية 1/ 503
[16] يعني : يُهلك .
[17] ابن كثير: السيرة النبوية 2/ 322، ابن هشام : السيرة النبوية 1/ 503
[18] ابن كثير: السيرة النبوية 2/ 322، ابن هشام : السيرة النبوية 1/ 503
[19] ابن سيد الناس : عيون الأثر 1/261 وابن كثير: السيرة النبوية 2/ 322، ابن هشام : السيرة النبوية 1/ 503
[20] ابن سيد الناس : عيون الأثر 1/261 وابن كثير: السيرة النبوية 2/ 322، ابن هشام : السيرة النبوية 1/ 503
[21] ابن سيد الناس : عيون الأثر 1/261 وابن كثير: السيرة النبوية 2/ 322، ابن هشام : السيرة النبوية 1/ 503
[22] ابن سيد الناس : عيون الأثر 1/261 وابن كثير: السيرة النبوية 2/ 322، ابن هشام : السيرة النبوية 1/ 503
[23] ابن كثير: السيرة النبوية 2/ 322، وابن سيد الناس : عيون الأثر 1/261 وابن هشام : السيرة النبوية 1/ 503، والسهيلي : الروض الأنف 2/345
[24] ابن سيد الناس : عيون الأثر 1/261 وابن كثير: السيرة النبوية 2/ 323، ابن هشام : السيرة النبوية 1/ 503، والسهيلي : الروض الأنف 2/345
[25] ابن كثير: السيرة النبوية 2/ 323 وابن سيد الناس : عيون الأثر 1/262 ، ابن هشام : السيرة النبوية 1/ 503، والسهيلي : الروض الأنف 2/345 المصادر والمراجع * ابن سيد الناس (أبي الفتح محمد بن محمد بن عبدالله بن محمد بن يحيى))ت 734هـ(: عيون الأثر في فنون المغازي والشمائل والسير، بيروت : دار الآفاق، 1977م. * ابن القيم (محمد بن أبي بكر أيوب الزرعي) : زاد المعاد في هدي خير العباد ، تحقيق: شعيب الأرناؤوط - عبد القادر الأرناؤوط، بيروت – الكويت: مؤسسة الرسالة - مكتبة المنار الإسلامية -الطبعة الرابعة عشر ، 1407 هـ- 1986م * ابن كثير(إسماعيل بن عمر): السيرة النبوية، بيروت: مكتبة المعارف،د. ت. * ابن هشام (، أبو محمد بن عبد الملك ) : السيرة النبوية ، دمشق : دار الفكر، د. ت. * السهيلي ( أبو القاسم عبد الرحمن بن عبد الله) ت 581 هـ: الروض الأنف، تحقيق: عبد الرحمن الوكيل ،القاهرة: 1967 م * عبد العزيز بن عبد الله الحميدي : التاريخ الإسلامي مواقف وعبر، الإسكندرية : دار الدعوة، الطبعة الأولى، 1418هـ - 1997م . * كونستانس جيورجيو : نظرة جديدة في سيرة رسول 45
0 Comments:
Langganan:
Posting Komentar (Atom)